KECEPATAN BERPIKIR DAN BERTINDAK
Sobat blogger yang terhormat, selanjutnya menurut Yulikuspartono yang menjadi kunci sukses terakhir atau yang kelima adalah kecepatan (speed) baik dalam berpikir maupun bertindak.Contoh yang paling sederhana adalah tentang waktu, bahwa waktu tidak akan pernah menunggu kita melakukan sesuatu, waktu akan terus bergerak tanpa henti. Matahari hanya terbit sekali setiap harinya, tidak perduli apakah kita masih tidur pulas, sedang belajar ataupun sedang bekerja. Matahari akan terus bergerak dari timur ke barat dan terus menerus seperti itu, karena memang demikian pergerakkan yang telah ditetapkan oleh Allah.
Terlambat adalah sebuah konsekuensi terhadap kecepatan yang seharusnya ditempuh oleh seseorang, sering diantara kita tidak berani mengambil sebuah keputusan atau terlambat memutuskan sesuatu, sehingga pada saat hal yang seharusnya diputuskan terjadi tetapi kita terlambat menyadari dan memutuskannya, maka kebanyakan kita menyesalinya.
Sobat blogger yang berbahagia, masih menurut Yulikuspartono ada lima hal yang membuat kita terlambat (It's to late) dalam mengambil keputusan atau memutuskan sesuatu tindakan yaitu :
1. Berpikir "masih ada hari esok"
2. Terlalu lama berpikir atau menimbang-nimbang
3. Takut ditolak, takut gagal atau tindak berani bertindak
4. Salah menyikapi hidup
5. Baru sadar setelah terjadi atau semua telah berlalu
Sebagai ilustrasi, baiklah berikut ini akan disajikan kisah seorang mahasiswa yang telah menyesali masa hidupnya. Seperti biasa sehabis pulang kuliah, aku langsung duduk bersantai sambil melepas penat, rasanya sangat enggan untuk membersihkan diri dan langsung beribadah (sholat). Sementara ayah, ibu, adik dan kakakku sedang berkumpul di ruang tengah menonton TV. Dalam kelelahan tadi, aku disegarkan dengan adanya angin dingin sepoi-sepoi yang menghembus tepat di mukaku, dan akupun agak terlelap.
Selang beberapa lama, seorang yang tak tampak mukanya, berjubah putih dengan tongkat di tangannya tiba-tiba sudah berdiri di depanku. Tentu saja aku sangat kaget dengan kedatangannya yang tiba-tiba itu. Belum sempat bertanya, siapa dia ?, tiba-tiba dadaku terasa sesak, sulit untuk bernafas. Namun aku tetap berusaha untuk menghirup udara sebisanya. Yang kurasakan ada sesuatu entah itu apa yang berjalan pelan-pelan dari dada, merayap, terus berjalan menuju ke kerongkongan. Sakit...sakit sekali rasanya, keluar air mataku menahan rasa sakitnya. Ya Allah, ada apa dengan diriku ini ?
Dalam kondisi yang masih sulit bernafas tadi, benda atau makluk tadi terus memaksa untuk keluar dari dalam tubuhku, kekhh...kekhh... kerongkonganku berbunyi, sakit sekali rasanya, amat teramat sakit. Seakan tak mampu aku menahan benda atau makluk tadi, badanku gemetar, peluh keringat mengucur deras, mataku terbelalak dan air mata seolah tak mau berhenti.
Tangan dan kakiku kejang-kejang sedetik setelah benda atau makluk itu tercerabut dari dalam tubuhku. Akupun melihat benda atau makluk tadi dibawa oleh seorang misterius berjubah putih itu, pergi berlalu begitu saja dan hilang dari pandanganku. Namun setelah itu, kurasakan tubuhku jauh lebih ringan, sehat, segar dan cerah. Tidak seperti biasanya.
Rasa heran menyergapku, kulihat ayah, ibu, adik dan kakakku yang sedari tadi berkumpul di ruang tengah tiba-tiba berhamburan ke arahku. Di situ kulihat ada seorang yang terbujur kaku, berada tepat di bawah sofa yang tadi kududuki. Tubuhmya dingin, kulitnya membiru, siapa dia ?, mengapa ayah dan ibu memeluknya sambil menangis meraung-raung. Mereka menjerit histeris, terlebih ibu seolah tak mau melepaskan orang yang terbujur kaku tadi, siapa dia ?
Betapa terkejutnya aku ketika wajahnya dibalikkan, dia...dia... dia mirip denganku, ada apa ini, ya Allah ??? Aku mencoba menarik tangan ibuku, tapi tak mampu, aku mencoba merangkul ayahku, tapi tak bisa. Aku coba jelaskan kalau itu bukan aku, aku coba jelaskan kalau aku ada di sini, di belakang mereka. Aku mulai berteriak, tapi mereka seolah tak mendengar suaraku, seolah mereka tak melihatku.
Dan mereka terus menangis, aku sadar ... aku sadar bahwa orang misterius berjubah putih tadi telah membawa rohku, aku telah mati, ya aku telah wafat. Aku telah meninggalkan mereka semua... tak kuasa aku menangis... berteriak...aku tak kuat melihat mereka menagisi mayatku. Aku sungguh sedih, selama hidupku belum banyak yang bisa kulakukan untuk membahagiakan mereka, tapi waktuku telah habis, masaku telah terlewati. Aku sudah tutup usia pada saat aku terduduk di sofa setelah lelah seharian kuliah.
Sungguh, jika aku tahu bahwa aku akan mati, aku akan membagi waktu kapan harus belajar, bekerja, beribadah, untuk keluarga dan lain-lain. Aku menyesal, aku terlambat menyadarinya, aku mati dalam keadaan belum ibadah (sholat).
Ya Allah, jika kau ijinkan keadaanku masih hidup dan masih bisa hadir membaca tulisan ini, sungguh aku amat sangat bahagia, karena aku masih mempunyai waktu untuk bersimpuh mengakui segala dosa dan akan berbuat kebaikan. Sehingga bila maut menjemputku kelak, aku telah berada pada keadaan yang lebih siap, Amin.