Kamis, 15 Desember 2016

Lebih Syariah Mana Bitcoin Atau Uang Kertas ?

          Artikel dengan topik ini sebenarnya khusus ditujukan kepada umat muslim dan penulis mencoba menulisnya dengan bahasa yang lebih sederhana agar lebih mudah dipahami. Diharapkan artikel ini memudahkan bagi umat muslim untuk meningkatkan pengetahuan di dalam dunia finansial.digital. Menurut pengamatan penulis masih sangat sedikit rasa ketertarikan yang dimiliki oleh komunitas muslim untuk mempelajari mengenai topik ini. Para muslim terpelajar yang pernah penulis wawancarai tidak pernah mengerti banyak tentang apa itu sebenarnya Bitcoin. Sedangkan orang-orang yang bersikap antusias terhadap Bitcoin rata-rata tidak mengerti mengenai aspek-aspek yang dibahas di dalam Hukum Islam. Melihat situasi yang seperti ini, penulis berharap artikel ini menjadi salah satu jembatan yang bisa menghubungkan kedua komunitas ini (Bitcoin dan Muslim).


          Perlu kita ketahui ada beberapa aspek dalam Hukum Islam yang hanya berlaku pada mata uang, khususnya aturan-aturan mengenai peminjaman dan donasi, hal ini jugalah yang menjadi alasan mengapa kita melihat banyak lembaga finansial dan bank bermunculan dan mengklaim bahwa mereka sesuai dengan ajaran Syariah atau adanya tempat donasi yang berkaitan erat dengan Zakat. Bahkan banyak yang berspekulasi adanya keberadaan bank dengan landasan Syariah karena mempunyai alasan utama menjadikan komunitas Muslim sebagai target mereka, dan lembaga amal Islam juga menjadi bagian dari kebijakan domestik mereka.
          Kita tahu bahwa Zakat adalah sebuah bentuk amal tahunan yang wajib diberikan oleh umat Muslim, yang dihitung sebanyak 2,5% dari total kekayaan mereka termasuk harta dalam bentuk komoditas tertentu seperti logam mulia. Zakat sebisa mungkin langsung dibagikan kepada 8 golongan diantaranya kaum fakir dan miskin, anak-anak yatim piatu, para muallaf serta para pengembara.
          Saat ini, sebenarnya penulis memiliki keraguan mengenai tingkat Syariah dari mata uang kertas yang dicetak oleh Bank Sentral suatu negara (Dollar, Rupiah dll).  Penulis tidak mengerti mengapa sebuah kertas yang dicetak oleh Bank Sentral suatu negara tersebut berbeda dengan kertas yang dicetak oleh Parker Bersaudara (Perusahaan Game Monopoli). Penulis juga tidak paham mengapa kalau begitu kita tidak memberi Zakat dalam bentuk uang monopoli saja. Hanya karena kehati-hatian penulis dalam menerapkan hukum Islam yang membuat penulis mau memberikan Zakat dalam bentuk uang kertas yang dicetak oleh Bank Sentral tersebut. Penulis tidak akan pernah memberikan Zakat dari logam mulia atau Bitcoin sebagai pengganti uang kertas, oleh karena penulis harus menemukan lembaga penerima Zakat yang mau dibayar dengan logam mulia.atau Bitcoin. Namun hingga kini, penulis belum menemukan lembaga penerima Zakat yang mau menerima Bitcoin.



          Untuk membahas topik ini kita harus memulainya dengan pertanyaan, “Apakah yang disebut dengan mata mata uang secara Islam?” Untuk menjawab pertanyaan tersebut, penulis akan mengacu pada karya Sheikh Imran Hosein, khususnya dalam bukunya yang berjudul “The Gold Dinar and Silver Dirham”. Beliau adalah salah satu pelajar dan tokoh Islam yang paling berpengalaman dalam topik ini.
          Sheikh Imran Hosein mengindentifikasi adanya enam klasifikasi komoditas yang dapat digunakan sebagai mata uang oleh para pengikut Nabi Muhammad SAW. Di dalam Al-Quran disebutkan secara eksplisit bahwa emas dan perak dapat digunakan sebagai mata uang, namun ketika umatnya sedang kehabisan suplai dari emas dan perak, maka mereka dapat menggunakan buah kurma, gandum, jelai dan garam sebagai mata uang. Selanjutnya, kita memiliki catatan bahwa Nabi Muhammad SAW menerapkan aturan yang terkait dengan mata uang menggunakan komoditas-komoditas tersebut, tetapi tidak untuk barang lain seperti contohnya ternak, yang tidak dapat digunakan sebagai mata uang.
          Dalam generasi-generasi berikutnya, kaum Muslim menerima beberapa koin asing sebagai mata uang tetapi tidak menerima semuanya, banyak juga yang ditolak sebagai mata uang. Mereka menggunakan komoditas-komoditas baru di daerah dimana enam komoditas asli yang biasa mereka gunakan tidak tersedia, contohnya saja menggunakan beras (di Indonesia) dan gula (di Kuba). Jadi, mengapa dan apa alasan beberapa koin diterima sebagai mata uang sedangkan koin yang lain ditolak?, mengapa menggunakan beberapa komoditas ini, dan menolak komoditas yang lain? Sheikh Imran Hosein mengidentifikasi enam ciri atau persyaratan umum yang dapat dijadikan sebagai mata uang yang Syariah dalam Islam, yaitu :
1.      Mata Uang adalah sesuatu yang berupa makanan atau logam mulia.
2.      Mata Uang tersedia secara bebas dan tidak diatur siapapun.
3.      Mata Uang bersifat tahan lama dan tidak mengalami kerusakan atau korosi.
4.      Mata Uang memiliki nilai intrinsik.
5.      Mata Uang itu diciptakan dan dibuat berharga oleh Tuhan.
6.      Mata Uang berfungsi sebagai sebuah media pertukaran.

          Penulis sebenarnya ingin membantah ciri mata uang yang pertama, dimana Sheikh Imran Hosein menetapkan persyaratan bahwa uang harus berbentuk logam mulia atau makanan, namun hal tersebut tidak dinyatakan secara eksplisit dalam teks. Ada kemungkinan bahwa komoditas-komoditas tersebut dapat digunakan sebagai mata uang karena telah memenuhi lima persyaratan dari keenam persyaratan mata uang yang telah disebutkan diatas. Dalam menjelaskan ciri persyaratan pertama Sheikh Imran Hosein menulis : “Beberapa ulama Islam berpendapat bahwa manusia bebas untuk menggunakan apapun, bahkan sebutir pasir sebagai mata uang. Mereka kemudian pergi untuk menyatakan bahwa tidak ada larangan dalam mencetak kertas untuk digunakan sebagai uang dan kemudian menetapkan nilai berapapun untuk kertas tersebut. Tanggapan kita adalah bahwa hanya Allah Swt yang berhak berdiri sebagai Ar-Razzaq, Sang Pencipta Kekayaan. Siapapun yang mencoba untuk memiliki hak prerogatif ilahi dengan menciptakan kekayaan dari kertas, atau sewenang-wenang menetapkan bahwa butiran pasir memiliki nilai yang berbeda dari nilai alami mereka, akan dinyatakan bersalah karena dianggap Shirik (menyembah berhala).”
          Penolakannya terhadap pasir dan kertas bukanlah karena komoditas tersebut tidak berbentuk logam mulia atau makanan, tetapi karena mereka tidak memiliki nilai intrinsik. Ketika menjelaskan arti nilai intrinsik, nilai alami, dan nilai yang diberikan Tuhan, yang kerap ia gunakan secara bergantian, hasil ujinya adalah bahwa nilai yang murni ditentukan oleh supaly and demand (penawaran dan permintaan), dan tidak secara artifisial (tiruan) diciptakan oleh suatu lembaga Bank Pusat (Bank Sentral). Menurut penulis, jika sebuah komoditas tidak berbentuk logam mulia atau makanan namun telah memenuhi lima persyaratan  yang lain, maka komoditas tersebut dapat dikategorikan sebagai mata uang. Misalnya, batu Rai dari Mikronesia, manik-manik Wampum yang digunakan oleh beberapa penduduk asli Amerika, atau bulu berang-berang yang digunakan sebagai mata uang di era pra-Revolusi Amerika.
          Sekarang kita perlu bertanya Apa itu Bitcoin?, Bitcoin adalah sebuah mata uang digital yang tersebar dalam jaringan peer-to-peer yang tersebar di seluruh dunia. Jaringan ini memiliki sebuah buku akutansi besar bernama Blockchain yang dapat diakses oleh publik, dimana didalamnya tercatat semua transaksi yang pernah dilakukan oleh seluruh pengguna Bitcoin, termasuk saldo yang dimiliki oleh tiap pengguna. Dalam memproses semua transaksi, para penambang Bitcoin harus menyelesaikan sebuah perhitungan matematika yang rumit. Ketika mereka berhasil menemukan solusinya, sebuah blok akan terbentuk di dalam Blockchain, dan para penambang itu akan memperoleh Bitcoin baru yang terlahir dari sistem. Bitcoin ini akan mereka sebarkan kembali ke dalam jaringan ketika mereka melakukan transaksi dengan para pengguna Bitcoin yang lain. Proses penciptaan Bitcoin ini akan berkurang seiring berjalannya waktu. Dalam waktu yang telah ditentukan, jumlah Bitcoin yang ada tidak akan melebihi 21 juta Bitcoin, dan yang lebih penting lagi adalah, Bitcoin tidak akan bisa dimanipulasi oleh siapapun.
          Setiap transaksi publik mempunyai kunci privat (private key) yang sesuai sehingga hanya pihak penerima-lah yang dapat melakukan transaksi berikutnya. Transaksi akan disiarkan ke dalam jaringan, dicatat dalam buku besar, dan sebuah kunci baru akan diciptakan untuk memberikan hak kepemilikan penuh kepada pihak penerima meskipun secara teknis, informasi tersedia pada setiap komputer yang terhubung dalam jaringan. Hasilnya, Bitcoin dapat ditukar secara bebas oleh siapa saja yang terhubung dalam jaringan, bahkan melewati batas negara (berlaku secara internasional). Transaksi ini dapat dilakukan tanpa lembaga apapun sebagai perantara. Transaksi dapat dilakukan dari mana saja di dunia selama mereka memiliki akses ke jaringan. Dan transaksi ini berpotensi untuk dilakukan secara anonim. Jadi bagaimana penjelasan ini bisa berkaitan dengan definisi kita tentang mata uang ?
          Pertama, apakah Bitcoin itu termasuk logam mulia atau makanan? Tentu tidak, tapi seperti yang telah penulis jelaskan sebelumnya, bahwa penulis tidak yakin masalah ciri logam mulia atau makanan ini adalah kriteria yang baik dalam menentukan apakah suatu komoditas itu dapat dianggap sebagai mata uang atau tidak.
          Kedua, apakah Bitcoin memiliki pasokan yang melimpah dan tersedia secara bebas? Tentu saja. Siapapun bisa menjadi penambang Bitcoin hanya dengan memberikan waktunya untuk menjalankan proses komputer yang diperlukan, atau mereka dapat memperoleh Bitcoin dengan menukarkan mata uang lain untuk mendapatkan mata uang digital tersebut, atau bisa juga menerimanya sebagai pembayaran jasa atau produk yang dijual.
          Ketiga, apakah Bitcoin bersifat tahan lama? Tentu saja. Jika Anda menyimpan Bitcoin pada flash drive/disc dan menyembunyikannya di bawah kasur selama 20 tahun, data akan tetap utuh. Memang ada kemungkinan bahwa data bisa rusak, sehingga tidak tahan lama seperti emas atau perak, tetapi setidaknya lebih tahan lama daripada gandum atau jelai.
         Keempat, apakah Bitcoin memiliki nilai intrinsik? Dan sebenarnya Bitcoin dijamin oleh apa?. Jawabannya adalah Bitcoin berharga karena orang menghargai Bitcoin. Dan apa juga yang menjamin sebatang emas? Jawabannya sama, Emas hanya berharga karena orang menghargai emas. Tidak ada Bank Sentral yang menyatakan bahwa Emas atau Bitcoin berharga. Bitcoin didukung dengan sendirinya, dan itulah yang dimaksud dengan nilai intrinsik. Beberapa orang menghargai Bitcoin untuk potensi anonimitas yang ditawarkannya, beberapa mendukung Bitcoin karena dapat ditransfer melalui internet tanpa biaya, dan orang lainnya mendukung Bitcoin dengan alasan untuk mendapatkan ketenangan pikiran karena akun mereka tidak akan bisa dibekukan oleh siapapun. Apapun alasan mereka dalam menghargai Bitcoin, alasannya disebabkan oleh karakteristik yang melekat pada desain Bitcoinnya, bukan di luar itu. Itulah nilai intrinsik dari Bitcoin.
          Kelima, apakah Bitcoin ada dalam penciptaan, dan dibuat berharga oleh Allah SWT? Hal ini sulit untuk dijawab karena biasanya tidak menjadi bagian dari analisis ekonomi. Hasil uji untuk ini, menurut Sheikh Imran Hosein, adalah bahwa harga ditentukan oleh penawaran dan permintaan, dan tidak sewenang-wenang ditetapkan oleh Bank Sentral. Jadi, misalnya, umat Islam pada awalnya menerima koin tembaga asing, meskipun tembaga bukan salah satu dari enam komoditas asli yang digunakan oleh para pengikut Nabi Muhammad SAW, namun mereka mengabaikan nilai nominal koin dan memperdagangkannya pada harga tembaga di pasar. Bitcoin tidak memiliki nilai nominal. Tidak ada Bank Sentral yang sewenang-wenang memberikan nilai untuk mata uang digital tersebut dengan nilai yang berbeda dari nilai alami mereka. Situs perdagangan online seperti Bitstamp memperjual-belikan Bitcoin seperti halnya Kitco memperdagangkan emas dalam pasar yang harganya terus berubah sesuai penawaran dan permintaan. Pemikirkan penulis seperti ini, Emas ada dalam penciptaan tetapi tidak memiliki harga sampai akhirnya ditambang dan dibuat menjadi bentuk yang berguna. Emas membutuhkan tenaga manusia yang mengolah dan mendesainnya terlebih dahulu untuk mendapatkan nilainya. Demikian pula dengan Bitcoin. Solusi untuk masalah matematika yang ada dalam penciptaan mungkin tidak bersifat material, tetapi mereka ditemukan (atau diolah) bukan diciptakan. Tapi mereka tidak berharga sampai mereka diolah oleh para penambang Bitcoin dan didesain oleh jaringan Bitcoin. Hukum ekonomi yang mengatur fluktuasi harga mencerminkan nilai yang diberikan Allah SWT, meskipun jika bentuk program Bitcoin seperti koin adalah rancangan manusia. Menurut penulis Bitcoin memenuhi persyaratan ini, tetapi bisa saja orang lain ada kemungkinan membantah kesimpulan tersebut.
          Keenam, apakah Bitcoin berfungsi sebagai alat tukar? Tentu saja. Bitcoin digunakan oleh ribuan bahkan jutaan orang setiap harinya untuk membeli, menjual dan diperdagangkan, bahkan Bitcoin sendiri dapat dibagi masih dihargai hingga delapan angka desimal (0.00000001 btc = 1 satoshi). Jadi, dari enam persyaratan mata uang dalam Islam, Bitcoin secara mudah dapat memenuhi empat persyaratan secara sempurna, memenuhi salah satu syarat yang masih bisa diperdebatkan, dan tidak memenuhi satu persyaratan yang menurut penulis tidak perlu dipermasalahkan.
          Bagaimana jika kita bandingkan Bitcoin dengan uang kertas? Uang kertas tidak berupa logam mulia atau makanan. Tidak bersifat tahan lama (bisa rusak). Karena terjadi inflasi, uang kertas nilainya bisa berkurang dari waktu ke waktu. Tidak memiliki nilai intrinsik, tetapi berasal dari hukum legal tender yang mewajibkan penggunaannya, sehingga rawan dipalsukan. Harganya tidak ditentukan oleh penawaran dan permintaan, tetapi ditetapkan oleh lembaga Bank Pusat (Bank Sentral). Uang kertas hanya memenuhi dua dari enam persyaratan utama yang telah disebutkan diatas, yaitu: berlimpah dan berfungsi sebagai alat tukar dan ciri itupun terpenuhi oleh karena diwajibkan oleh hukum umum atau sekuler oleh penguasa. Hal ini senada dengan pendapat A. Riawan Amin dalam bukunya "Satanic Finance (True Conspiracies)".



          Dalam situasi terbaik, uang kertas hanya dapat memenuhi dua dari enam persyaratan mata uang dalam hukum Islam, sementara Bitcoin memenuhi empat sampai lima persyaratan mata uang. Jadi, umat Islam yang menganggap kertas bisa sebagai mata uang tentunya  bisa juga menganggap Bitcoin sebagai mata uang, mungkin lebih daripada itu. Umat Muslim yang menolak uang kertas dan sedang mencari alternatif lain harus mulai mencari tahu tentang Bitcoin. Kita sekarang hidup di kondisi dimana logam mulia hampir tidak umum dipergunakan lagi sebagai nilai tukar di kalangan orang-orang biasa seperti di masa lalu. Penulis melihat improvisasi yang cantik pada masa lalu, dimana dasar ekonomi berpindah kepada makanan ketika persediaan logam mulia sudah mulai langka. Dan hari ini ekonomi digital kita mulai berpindah ke mata uang digital saat logam mulia mulai langka, atau bahkan tidak boleh dipergunakan sebagai mata tukar. Oleh karena itu kesimpulannya, penulis menyebut Bitcoin cocok sebagai mata uang, tentunya bagi orang-orang pengguna teknologi internet. Tetapi bagi orang-orang yang belum menggunakan teknologi internet cepat atau lambat harus segera bertransformasi, kalau tidak ingin ketinggalan digilas jaman.

Sumber : Artikel Davi Barker (The Muslim Agorist)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar