Artikel dengan topik ini
sebenarnya khusus ditujukan kepada umat muslim dan penulis mencoba menulisnya
dengan bahasa yang lebih sederhana agar lebih mudah dipahami. Diharapkan
artikel ini memudahkan bagi umat muslim untuk meningkatkan pengetahuan di dalam
dunia finansial.digital. Menurut pengamatan penulis masih sangat sedikit rasa
ketertarikan yang dimiliki oleh komunitas muslim untuk mempelajari mengenai
topik ini. Para muslim
terpelajar yang pernah penulis wawancarai tidak pernah mengerti banyak tentang
apa itu sebenarnya Bitcoin. Sedangkan orang-orang yang bersikap antusias
terhadap Bitcoin rata-rata tidak mengerti mengenai aspek-aspek yang dibahas
di dalam Hukum Islam. Melihat situasi yang seperti ini, penulis berharap artikel ini menjadi
salah satu jembatan yang bisa menghubungkan kedua komunitas ini (Bitcoin dan
Muslim).
Perlu kita ketahui ada beberapa aspek
dalam Hukum Islam yang hanya berlaku pada mata uang, khususnya aturan-aturan mengenai
peminjaman dan donasi, hal ini jugalah yang menjadi alasan mengapa kita melihat
banyak lembaga finansial dan bank bermunculan dan mengklaim bahwa mereka sesuai
dengan ajaran Syariah atau adanya tempat donasi yang berkaitan erat dengan
Zakat. Bahkan banyak yang berspekulasi adanya keberadaan
bank dengan landasan Syariah karena mempunyai alasan utama menjadikan komunitas
Muslim sebagai target mereka, dan lembaga amal Islam juga menjadi bagian dari
kebijakan domestik mereka.
Kita tahu bahwa Zakat adalah sebuah
bentuk amal tahunan yang wajib diberikan oleh umat Muslim, yang dihitung
sebanyak 2,5% dari total kekayaan mereka termasuk harta dalam bentuk komoditas
tertentu seperti logam mulia. Zakat sebisa mungkin langsung dibagikan kepada 8
golongan diantaranya kaum fakir dan miskin, anak-anak yatim piatu, para muallaf
serta para pengembara.
Saat ini, sebenarnya penulis memiliki
keraguan mengenai tingkat Syariah dari mata uang kertas yang dicetak oleh Bank
Sentral suatu negara (Dollar, Rupiah dll). Penulis tidak mengerti mengapa sebuah kertas
yang dicetak oleh Bank Sentral suatu negara tersebut berbeda dengan kertas yang
dicetak oleh Parker Bersaudara (Perusahaan Game Monopoli). Penulis juga tidak
paham mengapa kalau begitu kita tidak memberi Zakat dalam bentuk uang monopoli
saja. Hanya karena kehati-hatian penulis dalam menerapkan hukum Islam yang
membuat penulis mau memberikan Zakat dalam bentuk uang kertas yang dicetak oleh
Bank Sentral tersebut. Penulis tidak akan pernah memberikan Zakat dari logam
mulia atau Bitcoin sebagai pengganti uang kertas, oleh karena penulis harus
menemukan lembaga penerima Zakat yang mau dibayar dengan logam mulia.atau
Bitcoin. Namun hingga kini, penulis belum menemukan lembaga penerima Zakat yang
mau menerima Bitcoin.
Untuk membahas
topik ini kita harus memulainya dengan pertanyaan, “Apakah yang disebut
dengan mata mata uang secara Islam?” Untuk menjawab pertanyaan tersebut,
penulis akan mengacu pada karya Sheikh Imran Hosein, khususnya dalam bukunya
yang berjudul “The Gold Dinar and
Silver Dirham”. Beliau adalah salah satu pelajar dan tokoh Islam yang
paling berpengalaman dalam topik ini.
Sheikh Imran Hosein mengindentifikasi
adanya enam klasifikasi komoditas yang dapat digunakan sebagai mata uang oleh
para pengikut Nabi Muhammad SAW. Di dalam Al-Quran disebutkan secara eksplisit
bahwa emas dan perak dapat digunakan sebagai mata uang, namun ketika umatnya
sedang kehabisan suplai dari emas dan perak, maka mereka dapat menggunakan buah
kurma, gandum, jelai dan garam sebagai mata uang. Selanjutnya, kita memiliki
catatan bahwa Nabi Muhammad SAW menerapkan aturan yang terkait dengan mata uang
menggunakan komoditas-komoditas tersebut, tetapi tidak untuk barang lain
seperti contohnya ternak, yang tidak dapat digunakan sebagai mata uang.
Dalam generasi-generasi berikutnya,
kaum Muslim menerima beberapa koin asing sebagai mata uang tetapi tidak
menerima semuanya, banyak juga yang ditolak sebagai mata uang. Mereka
menggunakan komoditas-komoditas baru di daerah dimana enam komoditas asli yang
biasa mereka gunakan tidak tersedia, contohnya saja menggunakan beras (di
Indonesia) dan gula (di Kuba). Jadi,
mengapa dan apa alasan beberapa koin diterima sebagai mata uang sedangkan koin yang
lain ditolak?, mengapa menggunakan beberapa komoditas ini, dan menolak komoditas
yang lain? Sheikh Imran Hosein mengidentifikasi enam ciri atau persyaratan umum yang dapat dijadikan sebagai mata
uang yang Syariah dalam Islam, yaitu :
1.
Mata Uang adalah sesuatu
yang berupa makanan atau logam mulia.
2.
Mata Uang tersedia secara
bebas dan tidak diatur siapapun.
3.
Mata Uang bersifat tahan
lama dan tidak mengalami kerusakan atau korosi.
4.
Mata Uang memiliki nilai intrinsik.
5.
Mata Uang itu diciptakan
dan dibuat berharga oleh Tuhan.
6.
Mata Uang berfungsi
sebagai sebuah media pertukaran.
Penulis sebenarnya ingin membantah
ciri mata uang yang pertama, dimana Sheikh Imran Hosein menetapkan persyaratan
bahwa uang harus berbentuk logam mulia atau makanan, namun hal tersebut tidak
dinyatakan secara eksplisit dalam teks. Ada kemungkinan bahwa komoditas-komoditas
tersebut dapat digunakan sebagai mata uang karena telah memenuhi lima persyaratan
dari keenam persyaratan mata uang yang telah disebutkan diatas. Dalam
menjelaskan ciri persyaratan pertama Sheikh Imran Hosein menulis : “Beberapa ulama Islam berpendapat bahwa
manusia bebas untuk menggunakan apapun, bahkan sebutir pasir sebagai mata uang.
Mereka kemudian pergi untuk menyatakan bahwa tidak ada larangan dalam mencetak
kertas untuk digunakan sebagai uang dan kemudian menetapkan nilai berapapun
untuk kertas tersebut. Tanggapan kita adalah bahwa hanya Allah Swt yang berhak
berdiri sebagai Ar-Razzaq, Sang Pencipta Kekayaan. Siapapun yang mencoba untuk
memiliki hak prerogatif ilahi dengan menciptakan kekayaan dari kertas, atau
sewenang-wenang menetapkan bahwa butiran pasir memiliki nilai yang berbeda dari
nilai alami mereka, akan dinyatakan bersalah karena dianggap Shirik (menyembah
berhala).”
Penolakannya terhadap pasir dan
kertas bukanlah karena komoditas tersebut tidak berbentuk logam mulia atau
makanan, tetapi karena mereka tidak memiliki nilai intrinsik. Ketika
menjelaskan arti nilai intrinsik, nilai alami, dan nilai yang diberikan Tuhan,
yang kerap ia gunakan secara bergantian, hasil ujinya adalah bahwa nilai yang
murni ditentukan oleh supaly and demand (penawaran dan permintaan), dan tidak
secara artifisial (tiruan) diciptakan oleh suatu lembaga Bank Pusat (Bank Sentral).
Menurut penulis, jika sebuah komoditas tidak berbentuk logam mulia atau makanan
namun telah memenuhi lima persyaratan yang lain, maka komoditas tersebut dapat
dikategorikan sebagai mata uang. Misalnya, batu Rai dari Mikronesia,
manik-manik Wampum yang digunakan oleh beberapa penduduk asli Amerika, atau
bulu berang-berang yang digunakan sebagai mata uang di era pra-Revolusi
Amerika.
Sekarang kita perlu bertanya Apa
itu Bitcoin?, Bitcoin adalah sebuah mata uang digital yang tersebar
dalam jaringan peer-to-peer yang tersebar
di seluruh dunia. Jaringan ini memiliki sebuah buku akutansi besar bernama Blockchain yang dapat diakses oleh publik, dimana didalamnya
tercatat semua transaksi yang pernah dilakukan oleh seluruh pengguna Bitcoin,
termasuk saldo yang dimiliki oleh tiap pengguna. Dalam memproses semua
transaksi, para penambang Bitcoin harus menyelesaikan sebuah perhitungan
matematika yang rumit. Ketika mereka berhasil menemukan solusinya, sebuah blok
akan terbentuk di dalam Blockchain, dan para penambang itu akan memperoleh
Bitcoin baru yang terlahir dari sistem. Bitcoin ini akan mereka sebarkan
kembali ke dalam jaringan ketika mereka melakukan transaksi dengan para
pengguna Bitcoin yang lain. Proses penciptaan Bitcoin ini akan berkurang
seiring berjalannya waktu. Dalam waktu yang telah ditentukan, jumlah Bitcoin
yang ada tidak akan melebihi 21 juta Bitcoin, dan yang lebih penting lagi
adalah, Bitcoin tidak akan bisa dimanipulasi oleh siapapun.
Setiap transaksi publik mempunyai
kunci privat (private key) yang sesuai sehingga hanya pihak penerima-lah
yang dapat melakukan transaksi berikutnya. Transaksi akan disiarkan ke dalam
jaringan, dicatat dalam buku besar, dan sebuah kunci baru akan diciptakan untuk
memberikan hak kepemilikan penuh kepada pihak penerima meskipun secara teknis,
informasi tersedia pada setiap komputer yang terhubung dalam jaringan. Hasilnya,
Bitcoin dapat ditukar secara bebas oleh siapa saja yang terhubung dalam
jaringan, bahkan melewati batas negara (berlaku secara internasional).
Transaksi ini dapat dilakukan tanpa lembaga apapun sebagai perantara. Transaksi
dapat dilakukan dari mana saja di dunia selama mereka memiliki akses ke
jaringan. Dan transaksi ini berpotensi untuk dilakukan secara anonim. Jadi
bagaimana penjelasan ini bisa berkaitan dengan definisi kita tentang mata uang ?
Pertama, apakah Bitcoin itu termasuk
logam mulia atau makanan? Tentu tidak, tapi seperti yang telah penulis jelaskan
sebelumnya, bahwa penulis tidak yakin masalah ciri logam mulia atau makanan ini adalah
kriteria yang baik dalam menentukan apakah suatu komoditas itu dapat dianggap sebagai mata uang atau tidak.
Kedua, apakah Bitcoin memiliki
pasokan yang melimpah dan tersedia secara bebas? Tentu saja. Siapapun bisa
menjadi penambang Bitcoin hanya dengan memberikan waktunya untuk menjalankan
proses komputer yang diperlukan, atau mereka dapat memperoleh Bitcoin dengan
menukarkan mata uang lain untuk mendapatkan mata uang digital tersebut, atau
bisa juga menerimanya sebagai pembayaran jasa atau produk yang dijual.
Ketiga, apakah Bitcoin bersifat tahan
lama? Tentu saja. Jika Anda menyimpan Bitcoin pada flash drive/disc dan menyembunyikannya di bawah kasur selama 20 tahun,
data akan tetap utuh. Memang ada kemungkinan bahwa data bisa rusak, sehingga
tidak tahan lama seperti emas atau perak, tetapi setidaknya lebih tahan lama
daripada gandum atau jelai.
Keempat, apakah Bitcoin memiliki nilai
intrinsik? Dan sebenarnya Bitcoin dijamin oleh apa?. Jawabannya adalah Bitcoin
berharga karena orang menghargai Bitcoin. Dan apa juga yang menjamin sebatang
emas? Jawabannya sama, Emas hanya berharga karena orang menghargai emas. Tidak
ada Bank Sentral yang menyatakan bahwa Emas atau Bitcoin berharga. Bitcoin
didukung dengan sendirinya, dan itulah yang dimaksud dengan nilai intrinsik.
Beberapa orang menghargai Bitcoin untuk potensi anonimitas yang ditawarkannya,
beberapa mendukung Bitcoin karena dapat ditransfer melalui internet tanpa
biaya, dan orang lainnya mendukung Bitcoin dengan alasan untuk mendapatkan
ketenangan pikiran karena akun mereka tidak akan bisa dibekukan oleh siapapun.
Apapun alasan mereka dalam menghargai Bitcoin, alasannya disebabkan oleh
karakteristik yang melekat pada desain Bitcoinnya, bukan di luar itu. Itulah
nilai intrinsik dari Bitcoin.
Kelima, apakah Bitcoin ada dalam
penciptaan, dan dibuat berharga oleh Allah SWT? Hal ini sulit untuk dijawab
karena biasanya tidak menjadi bagian dari analisis ekonomi. Hasil uji untuk
ini, menurut Sheikh Imran Hosein, adalah bahwa harga ditentukan oleh penawaran
dan permintaan, dan tidak sewenang-wenang ditetapkan oleh Bank Sentral. Jadi,
misalnya, umat Islam pada awalnya menerima koin tembaga asing, meskipun tembaga
bukan salah satu dari enam komoditas asli yang digunakan oleh para pengikut
Nabi Muhammad SAW, namun mereka mengabaikan nilai nominal koin dan
memperdagangkannya pada harga tembaga di pasar. Bitcoin tidak memiliki nilai
nominal. Tidak ada Bank Sentral yang sewenang-wenang memberikan nilai untuk
mata uang digital tersebut dengan nilai yang berbeda dari nilai alami mereka.
Situs perdagangan online seperti Bitstamp memperjual-belikan Bitcoin seperti
halnya Kitco memperdagangkan emas dalam pasar yang harganya terus berubah
sesuai penawaran dan permintaan. Pemikirkan penulis seperti ini, Emas ada dalam
penciptaan tetapi tidak memiliki harga sampai akhirnya ditambang dan dibuat
menjadi bentuk yang berguna. Emas membutuhkan tenaga manusia yang mengolah dan
mendesainnya terlebih dahulu untuk mendapatkan nilainya. Demikian pula dengan
Bitcoin. Solusi untuk masalah matematika yang ada dalam penciptaan mungkin
tidak bersifat material, tetapi mereka ditemukan (atau diolah) bukan
diciptakan. Tapi mereka tidak berharga sampai mereka diolah oleh para penambang
Bitcoin dan didesain oleh jaringan Bitcoin. Hukum ekonomi yang mengatur
fluktuasi harga mencerminkan nilai yang diberikan Allah SWT, meskipun jika bentuk
program Bitcoin seperti koin adalah rancangan manusia. Menurut penulis Bitcoin
memenuhi persyaratan ini, tetapi bisa saja orang lain ada kemungkinan membantah
kesimpulan tersebut.
Keenam, apakah Bitcoin berfungsi
sebagai alat tukar? Tentu saja. Bitcoin digunakan oleh ribuan bahkan jutaan
orang setiap harinya untuk membeli, menjual dan diperdagangkan, bahkan Bitcoin
sendiri dapat dibagi masih dihargai hingga delapan angka desimal (0.00000001
btc = 1 satoshi). Jadi, dari enam persyaratan mata uang dalam Islam, Bitcoin
secara mudah dapat memenuhi empat persyaratan secara sempurna, memenuhi salah
satu syarat yang masih bisa diperdebatkan, dan tidak memenuhi satu persyaratan
yang menurut penulis tidak perlu dipermasalahkan.
Bagaimana jika kita bandingkan
Bitcoin dengan uang kertas? Uang kertas
tidak berupa logam mulia atau makanan. Tidak bersifat tahan lama (bisa rusak). Karena
terjadi inflasi, uang kertas nilainya bisa berkurang dari waktu ke waktu. Tidak
memiliki nilai intrinsik, tetapi berasal dari hukum legal tender yang
mewajibkan penggunaannya, sehingga rawan dipalsukan. Harganya tidak ditentukan
oleh penawaran dan permintaan, tetapi ditetapkan oleh lembaga Bank Pusat (Bank
Sentral). Uang kertas hanya memenuhi dua dari enam persyaratan utama yang telah
disebutkan diatas, yaitu: berlimpah dan berfungsi sebagai alat tukar dan ciri
itupun terpenuhi oleh karena diwajibkan oleh hukum umum atau sekuler oleh
penguasa. Hal ini senada dengan pendapat A. Riawan Amin dalam bukunya "Satanic
Finance (True Conspiracies)".
Dalam situasi terbaik, uang kertas
hanya dapat memenuhi dua dari enam persyaratan mata uang dalam hukum Islam,
sementara Bitcoin memenuhi empat sampai lima persyaratan mata uang. Jadi, umat
Islam yang menganggap kertas bisa sebagai mata uang tentunya bisa juga menganggap Bitcoin sebagai mata
uang, mungkin lebih daripada itu. Umat Muslim yang menolak uang kertas dan
sedang mencari alternatif lain harus mulai mencari tahu tentang Bitcoin. Kita
sekarang hidup di kondisi dimana logam mulia hampir tidak umum dipergunakan
lagi sebagai nilai tukar di kalangan orang-orang biasa seperti di masa lalu.
Penulis melihat improvisasi yang cantik pada masa lalu, dimana dasar ekonomi
berpindah kepada makanan ketika persediaan logam mulia sudah mulai langka. Dan
hari ini ekonomi digital kita mulai berpindah ke mata uang digital saat logam
mulia mulai langka, atau bahkan tidak boleh dipergunakan sebagai mata tukar.
Oleh karena itu kesimpulannya, penulis menyebut Bitcoin cocok sebagai mata uang,
tentunya bagi orang-orang pengguna teknologi internet. Tetapi bagi orang-orang
yang belum menggunakan teknologi internet cepat atau lambat harus segera
bertransformasi, kalau tidak ingin ketinggalan digilas jaman.
Sumber : Artikel Davi Barker (The Muslim
Agorist)